Senin, 15 Februari 2010

Lindungi Anak dari Iklan TV

Ardhian Heveanthara / Dimuat di Buletin RC

"Acara TV sebenarnya hanyalah alat pengumpan agar pemirsa melihat tayangan iklan"

Benarkah begitu?
Mungkin kalimat di atas masih bisa dibantah dan diperdebatkan, tapi pada kenyataannya yang tidak dapat dibantah adalah bahwa stasiun TV saat ini lahir bukan sebagai corong penyebar informasi pembangunan dan kemerdekaan seperti misi awal kelahiran TVRI puluhan tahun silam. Stasiun TV sekarang adalah suatu industri, dan industri adalah bentuk alat ekonomi untuk meraih keuntungan, dan keuntungan terbesar stasiun TV adalah fee dari iklan, maka acara TV dibuat selalu mempertimbangkan potensi dan hitung-hitungan mengenai seberapa besar peluang para pengiklan akan tertarik menempatkan iklanya di staisun TV bersangkutan.

Orientasi utama acara TV bukanlah pemirsa tapi iklan komersil. Perhatikan saja materi iklan TV yang selalu melebih-lebihkan sesuatu, bombastis, hiperbolik, dibesar-besarkan dan dikemas sangat manis hingga jangankan anak-anak, orang dewasa pun menjadi mudah terhipnotis untuk membeli produknya. Sebagian amat besar dari iklan di TV sama sekali tidak mendidik dan tidak menunjukkan kenyataan.

Maka, mari lindungi anak-anak dari Iklan TV......

Mengapa anak-anak?
Anak-anak adalah kelompok tebesar dan paling potensial sebagai sasaran pemasaran. Anak-anak selalu melakukan sesuatu berdasarkan kesenangan, kenyamanan, dan TV selalu bisa menyediakannya. Tapi sayangnya anak-anak belum dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata, dan lagi-lagi TV lah benda yang bisa menghadirkan sesuatu yang tidak nyata menjadi tampak nyata. Karena prinsip dasar itulah maka TV menjadi media paling efektif untuk menjual produk.

Lalu apa pengaruhnya terhadap anak?
Perilaku Konsumtif
Anak-anak bisa menanggap iklan sebagai kenyataan, ujung-ujungnya anak anak akan meminta dibelikan produk itu. agar dia bisa menjadi seperti apa yang ada dalam iklan, ambil contoh mengenai iklan obat yang sekali minum saja langsung sembuh, lalu ada anak yang hanya dengan makan biskuit saja bisa melompat tinggi, anak yang tertarik dan jika terus menerus dituruti bukannya puas tapi akan semakin penasaran, beli, beli dan beli, suatu pembelian yang mungkin sebenarnya tidak terlalu diperlukan.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ini sama sekali bukanlah masalah apakah kita memang memiliki kemampuan finansial yang bisa selalu menuruti keinginan anak dan bisa membeli apapun, tapi ini adalah masalah pembentukan karakter dan pola pikir anak.

Kesehatan
Anak selalu tertarik dengan makanan, sayangnya sebagian besar iklan di TV yang ditujukan untuk anak-anak adalah iklan makanan lebih spesifik lagi snack dan mie instan, dan makanan-makanan ringan seperti itu mengandung MSG, bahan pengawet dll yang membahayakan otak dan pembuluh darah anak yang masih lemah. Belum lagi resiko obesitas, terutama anak yang jarang bermain diluar dan hanya main game dan nonton TV.

Pola pikir
Iklan TV bisa mengacaukan pemahaman anak, apalagi jika orang tua kurang peka dan memahami apa yang sedang menjadi perhatian utama anak pada saat-saat tertentu dan pemahaman yang salah akan berpengaruh pada perilakunya, sikapnya dan daya juang serta kreativitas untuk mencapai sesuatu, untuk menyelesaikan masalah anak langsung tertuju pada produk. Banyak iklan yang menggambarkan prestasi dan kemenangan dapat dicapai hanya karena makan biskuit, mengenakan sepatu merek tertentu, dll, belum lagi iklan yang menggambarkan bahwa hanya dengan makan permen saja sama dengan minum segelas susu. Anak-anak akan menyimpulkan bahwa permen bisa menggantikan susu. Bahaya sekali.

Sikap dan perilaku
Ini sebenarnya akibat umum dari efek adiktif TV. Ketika anak-anak sedang menonton TV dan perhatiannya terfokus tajam ke layar TV, lalu kita panggil atau kita ajak ngobrol, coba perhatikan apakah pandangan matanya beralih ke arah kita atau tetap menatap TV, jika dia tidak menengok dan pandangan matanya tetap menatap ke arah TV berarti harus diwaspadai, karena akibat jangka panjangnya ketika remaja atau dewasa bisa menjadi kebiasaan buruk, tidak bisa menghargai orang lain dan menganggap dunia di luar dirinya adalah sesuatu yang tidak penting. Inilah efek buruk tidak langsung dari TV.

Orientasi sosial
Karakteristik anak anak adalah pembelajar, perekam dan pemotret apa yang dilihatnya, lalu memproses dalam otaknya sesuai pemahaman dan definisi mereka sendiri, proses ini berjalan terus dalam waktu lama, dan sedikit demi sedikit pemahaman inilah yang akan membentuk karakter dan kepribadian anak.
Pelan tapi pasti anak anak yang memproses informasi ini akan mendefinisikan atau mengartikan apa yang ditangkapnnya, hingga muncul pemahaman bahwa kebahagianaan dalam keluarga, keberhasilan, prestasi dan kemenangan serta harga diri selalu diukur dengan kepemilikan dan penggunaan suatu produk.

Lalu harus bagaimana?
Matikan suara
Matikan suara TV ketka muncul tayangan iklan. Mematikan suara dapat mengurangi daya tarik iklan TV. Banyak solusi yang diambil orang tua untuk mengendalikan kebiasaan nonton TV dengan mematikan TV, menyembunyikan remote, mematikan volume, hal ini memang berhasil tapi tanpa diselingi dengan penjelasan, pendekatan persuatif, dan diskusi kecil maka cara paksa seperti ini hanya akan efektif sementara waktu saja dan malah menimbuilkan penasaran yang lebih besar dalam diri anak

Ketrampilan menjadi konsumen yg cerdas
Ajak anak berdisukusi dan membahas masalah iklan yang mana yang baik dan mana yang bohong. Kaitkan ini dengan kenyataan sehari-hari yang pernah ditemui anak, dan ini jangan hanya dilakukan sesekali saja, tetapi harus dilakukan secara konsisten setiap saat, dan usahakan seluruh anggota keluarga harus ikut pula mengajak anak berdiskusi mengenai acara TV dan iklan TV.

Menabung
Kita bisa memanfaatkan rengekan anak yang meminta dibelikan sesuatu untuk mengajarinya mandiri dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri dengan menabung. Jika anak meminta dibelikan sesuatu maka tekankan anak agar mau menabung dan menyuisihkan uang sakunya. Bagi anak usia dini yang belum mengerti dan belum paham mengenai uang dapat dialihkan dengan cara memberinya alternatif memilih salah satu dari berbagai keinginannya dan harus pula diberi pemahaman bahwa itupun tidak langsung dipenuhi, tapi menunggu, misalnya sampai minggu depan. Konsep ini hampir sama dengan menabung, yaitu membiasakan mengendalikan keinginan dan melatih kesabaran.

Ganti dengan video
Anak, terutama balita, belum terlalu bisa membedakan mana siaran TV dan mana tayangan VCD/DVD, mungkin hanya sebaguian kecil saja yang sudah bisa membedakan. Dengan melihat kenyataan ini maka kita bisa memilihkan video-video bermuatan pendidikan dan ilmu pengetahuan yang kita putar pada jam-jam dimana anak biasa nonton TV.

Perhatikan pula kelompok pergaulan anak.
Kita jangan melupakan pula interaksi anak dengan teman-temannya, dalam suatu komunitas setiap manusia selalu berusaha mnegidentikkan dirinya dengan kelompoknya, apalagi kelompok itu dirasa nyaman bagi eksistensinya. Dalam setiap komunitas anak selalu terdapat isu atau sesuatu yang menjadi bahan ciri, seperti kebiasaan, kesukaan atau favorit, misalnya terhadap tokoh tertentu yang mendorong anak menonton acara itu, atau kebiasaan-kebiasaan lain akan diikutii oleh semua anggotanya, termasuk dalam kepemilikan sesuatu, rata-rata anak tahu yang punya ini siapa yang punya itu siapa, dari sini pula sikap konsumtif itu berawal.
Maka dengan melihat realita itu kita bisa berkompromi dengan orang tua-orang tua dari teman-teman dekat anak kita untuk membudayakan sesuatu yang baru atau menciptakan trend baru yang lebih bermanfaat sehingga dalam satu kelompok anak kita tanpa sadar akan memiliki kebiasaan baru yang terarah, misalnya biasakan secara bersama-sama ke perpustakaan, biasakan menyaksikan video tentang ilmu pengetahuan dll, hal ini diharapkan dapat mengalihkan perhatian anak terhadap keinginan memiliki sesuatu berdasarkan iklan TV.

Mediasi/pendampingan
Amy Nathanson, seorang ahli media anak, dalam penelitiannya menyebutkan beberapa bentuk mediasi, salah satunya adalah Mediasi Aktif. Dalam mediasi aktif ini ada tiga bentuk, yang pertama mediasi aktif positif yaitu orangtua mendampingi anak ketika menonton TV dengan memberikan komentar-komentar positif ketika muncul tayangan yang bisa dijadikan teladan.
Yang kedua mediasi akif negatif, ini paling tepat ketika muncul tayangan iklan, dalam mediasi ini orangtua memberikan komentar-komentar negatif dan menjelaskan hal-hal negatif dan tidak sesuai terhadap tayangan yang muncul. Yang ketiga, mediasi aktif netral, di sini orang tua tidak memberikan komentar positif atau, tapi hanya menambahkan informasi tambahan atau instruksi kepada anak berhubungan dengan tayangan iklan TV.

Menyalahkan dan menolak kemunculan iklan TV tentu bukanlah solusi bijak dan pada kenyataannya memang sangat mustahil, karena perkembangan dunia memang sedang mengarah ke sana, maka yang harus berubah adalah diri kita sendiri untuk lebih peka dan kreatif dalam melindungi keluarga kita, terlebih anak-anak dari pengaruh negatif TV.

Powered By Blogger
Template by layout4all