Kamis, 10 Juni 2010

Televisi & Diskriminasi

Endang Retna Widuri ( Koordinator training ECCD-RC Jogja )

Diakui atau tidak kenyataan yang ada saat ini, banyak tayangan TV baik di sinetron, komedi situasi, reality show, musik , yang penuh dengan diskriminasi. Diskriminasi yang nampak dalam tayangan TV antara lain :

Diskriminasi fisik: orang gemuk identik dengan suka makan , tidak pernah olahraga, malas, galak dan judes, cerewet, (seperti bu RT dalam suami-suami takut istri, saodah dalam OB). Kemudian pencitraan orang cantik adalah yang kulitnya putih, rambut panjang dan lurus, langsing.
Orang yang pakai kacamata, lugu, identik dengan orang yang kuper, kutu buku, bahkan kadang identik dengan anak yang selalu dihina dengan sebutan tolol (kacamata besar)
Orang yang berkebutuhan khusus seperti : pincang, tunanetra, selalu diejek, tersingkir, dianggap mengganggu.

Diskriminasi budaya: Orang padang selalu identik dengan pelit, orang jawa identik dengan bahasa / logat yang medok dan terlihat begitu kampungan saat datang ke kota, orang Sumatra galak, orang cina pasti pelit, dll
Diskriminasi gender: anak cewek identik hanya boleh mainan boneka atau masak-masakan, sedangkan laki-laki identik harus main pistol-pistolan, mobil-mobilan atau main bola.

Diskriminasi ekonomi :anak pembantu (identik miskin, bajunya jelek) selalu sengsara > disia-sia. Tapi anak yang kaya, selalu punya banyak teman, apalagi yang bajunya bagus. Kemudian anak tiri identik dengan siksaan, disuruh-suruh terus.
Beberapa contoh diatas adalah kejadian yang sering bahkan selalu muncul di tayangan TV. Hal ini tentu saja dapat berdampak tidak baik untuk anak apalagi jika tanpa pendampingan.

Apa saja dampaknya untuk anak ?

Karena anak masih dalam tahap meniru maka apa yang dia lihat dan dia dengar akan dikuti. Misalnya: anak ikut-ikutan mengejak anak yang berkebutuhan khusus tadi, anak bisa saja meniru adegan “menghina orang yang kurang beruntung. memaki, menyuruh teman yang lebih miskin dari dia”
Selain itu, anak bisa saja menganggap bahwa yang di TV itu selalu benar, yang akhirnya dapat membentuk pola pikir anak. Bahwa temannya yang pakai kacamata adalah teman yang kuper, tolol, dan bisa dikerjain. Lalu mengejek teman cowok yang sedang main masak-masakan, mengejek anak yang kebetulan posisi dia adalah sebagai anak tiri. Menganggap teman nya yang gemuk sebagai orang yang doyan makan apa saja.
Untuk anak yang berada di stereotype yang selalu dicitrakan baik terus, misalnya cantik itu identik dengan kulit putih, rambut lurus, langsing, bisa membuat anak ini sombong….dan hal yang paling buruk, si anak ini akan menganggap teman yang kriting, kulit hitam dan gemuk itu tidak cantik, tapi jelek.
Untuk anak yang berada di stereotype yang dirugikan, seperti gemuk, hitam, keriting, dan berkebutuhan khusus, atau dia adalah etnis tertentu, akan membuat anak tersebut minder. Dia merasa jelek, dan pasti tidak akan ada teman yang mau berteman dengannya.
Anak yang terobsesi untuk menjadi yang cantik sesuai pencitraan tv bisa melakukan berbagai hal untuk mewujudkan obsesinya itu. Misalnya anak tidak mau banyak makan dan minum susu,karena takut gemuk. Anak lalu minta direbonding biar rambutnya lurus, dll. Apabila ini dilakukan oleh anak, tentu saja akan memperngaruhi proses perkembangan si anak.

Apa yang bisa dilakukan orangtua..?

Yang pasti, saat anak nonton TV, dampingi dan ajak diskusi. Diskusi bisa dimulai dengan pertanyaan “ bagaimana pendapatmu? Apakah benar orang yang gemuk itu selalu galak, banyak bicara ?" ajak anak berdiskusi bahwa ada orang yang badannya besar tapi hatinya baik/lembut. Ada juga orang gemuk yang tetap rajin olah raga, dan tentu saja berprestasi. Lalu orang batak belum tentu semua berwatak kasar, orang padang belum tentu juga pelit. Ada juga orang yang keriting, kuit hitam dan badannya besar juga punya prestasi dan banyak teman bahkan justru bisa melebihi prestasi orang yang berkulit putih rambut lurus dan langsing. Lalu, belum tentu juga anak pembantu itu bodoh, dan disia-sia.. Mereka juga berhak punya teman banyak, dan banyak juga dari mereka yang berprestasi. Kemudian saudara tiri juga tidak semua jahat seperti yang digambarkan di bawang merah bawang putih.
Karena tahap berfikir anak baru pada tahap berfikir konkret dan belum bisa berfikir secara abstrak maka jika anak dihadapkan pada contoh langsung itu lebih baik misalnya : kebetulan si anak berambut keriting, dan kulitnya gelap. “ menurutmu, apakah kamu jelek?” . anak diajak untuk menyampaikan kekuatan-kekuatan dia. Sehingga anak tahu bahwa dia ternyata juga bisa menjadi anak yang hebat dan banyak teman yang suka dengan dia, dll. Katakan ke anak bahwa tayangan di TV itu hanyalah dibuat. Ada skenarionya. Jadi belum tentu semua benar.

Tips Apa yang harus dilakukan orang tua untuk kebaikan anak terkait dengan Tayangan TV dan diskriminasi ini?

Orang tua harus tahu, jadwal acara TV (baik acara dewasa maupun anak). Walaupun tidak pernah mengikuti, tapi paling tidak harus tahu resensi dari acara tersebut, jadi bisa memilih/mengatur, acara mana yang sebaiknya didampingi, boleh ditonton tanpa didampingi, dan mana yang tidak boleh ditonton oleh anak
Buat jadwal menonton TV dengan anak. Misal setiap acara apa, jam berapa, atau berapa lama.

Beri kepercayaan ke anak, bahwa anak hanya akan nonton TV sendiri, untuk tayangan yang memang sudah disepakati. ini melatih kejujuran anak. selalu usahakan ada komunikasi setiap hari misalnya sebelum tidur seperti ” hari ini adek nonton acara apa?” lalu diskusikan.

Kalaupun orang tua benar-benar tidak bisa mendampingi anak (untuk acara yang disepakati harus didampingi) tawarkan alternatifnya pertama, tidak nonton (dengan catatan orang tua memberi alternative kegiatan lain) atau kedua tetap nonton tapi dengan didampingi oranglain misalnya pengasuh. Beri pengertian / pijakan ke pengasuh apa yang harus dilakukan saat menemani anak nonton. Setelah itu, pengasuh wajib diminta menceritakan apa yang sudah dilakukan dengan anak. Minta juga anak untuk membuat laporan, bisa cerita atau gambar, setelah dia selesai nonton dan berikutnya akan dibahas bersama.

Letakkan TV diruang keluarga sehingga mudah dalam pengawasan dan pendampingan.
Sekali-kali, ajak anak untuk membuat skenario sesuai dengan apa yang dia harapkan. misalnya kalau yang di TV menurut anak tidak baik, ajak anak untuk membuat skenario dengan karakter yang baik, yang wajar dan tidak berlebihan.

Memang terlihat tidak mudah, tapi agar tayangan di TV tidak mempengaruhi pola pikir anak khususnya dengan berbagai diskriminasi yang ada didalamnya, ya inilah yang harus kita lakukan. Karena anak masih harus dibantu untuk mengkritisi tayangan di TV.
Semoga bermanfaat.

Powered By Blogger
Template by layout4all