Senin, 15 Februari 2010

Membantu Anak Mengenal Emosi

Hasanah Safriyani, Psi

Aku marah!” seru Aldi (4 th)sambil membanting pintu. Orang tuanya tentu tidak senang dengan perilaku Aldi membanting pintu. Setidaknya, ortu Aldi bisa sedikit lega karena Aldi bisa mengemukakan dengan kata-kata: Aku marah!. Sebagian anak tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata, tapi dilampiaskan dengan berteriak, menangis, merusak barang atau menarik diri.

Apa itu emosi?
Emosi lebih sering dipersepsikan sebagai sesuatu yang negative. Sebetulnya tidak, karena ada 3 emosi dasar yang dimiliki manusia yaitu senang, marah dan takut..

Gejolak emosi
Emosi yang muncul pada anak, seringkali menggelegak dan ditampakkan secara “berlebihan” (misalnya, minta permen saja sampai tantrum) hal ini dikarenakan kemampuan anak untuk mengontrol emosi belum sebaik orang dewasa. Demikian juga dengan kemampuan menyampaikan perasaan dalam bentuk verbal. Emosi yang berlebihan bisa disebabkan kondisi fisik (masalah pencernaan, lapar, ngantuk) maupun psikis (takut, merasa tidak dihargai, tidak PD, tertekan, frustasi, kecerdasan). Gejolak emosi lebih berpotensi muncul pada anak yang dididik dengan pola asuh terlalu keras, terlalu manja maupun terabaikan. Dayli rushing atau kepanikan harian (biasanya terjadi di pagi hari dimana semua orang di rumah harus bergegas menuju tempat aktivitas masing-masing) , kurangnya rasa sayang dan minimnya interaksi juga memicu hal ini.

Apa yang bisa dilakukan orang tua?

1. Menyadari emosi anak. Terima apa yang dirasakan anak, tidak perlu menyangkalnya. Setiap emosi negatif diberi nama, dimengerti, dihadapi bersama dan dimaknai. Misalnya ”Kamu marah ya..” ”Kamu kecewa?”
2. Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak. Sekecil apapun masalahnya, yang dialami anak adalah nyata. Anak perlu didengarkan dan diberi kesempatan untuk menjelaskan apa yang ia rasakan lalu kita teguhkan hatinya. ”Jadi kamu sedih ya.. nggak dapat hadiah. Tapi yang penting kamu kan sudah berusaha... bikin lagi aja yuk!”
3. Menentukan batas perilaku dan membantu pemecahan masalah. Anak perlu memahami bahwa yang salah bukanlah apa yang dirasakannya tapi apa yang dilakukannya. Misalnya ”Aldi boleh marah, tapi tidak perlu membanting pintu” ada penjelasan, solusi dan konsekuensi yang disepakati dan dilakukan secara konsisten
4. Memberikan contoh. Anak boleh melihat orangtuanya juga mengalami emosi dan berusaha mengatasinya
5. Menggunakan kalimat positif. Hindari larangan, ancaman, celaan.

Demikian beberapa tips yang bisa dilakukan. Semakin dini dilakukan semakin baik, tapi tidak ada kata terlambat untuk mencoba.
-
Kecil-kecil Suka Memerintah

Herlita Jayadiyanti

Dilayani, wah siapa yang tidak mau jangankan anak orang dewasapun pasti suka. Enak kok tidak usah bersusah payah, apa yang kita inginkan sudah tersedia, iya kan ? kalau sekali dua kali sih boleh-boleh saja, tapi kalau sudah jadi kebiasaan, wah pasti merepotkan. Yuk kita bahas sama-sama mengenai sikap Bossy pada anak.

Kenapa anak bersikap bossy atau suka memerintah ?
Sikap bossy atau suka memerintah sebenarnya disadari atau tidak terbentuk dari lingkungan terdekat anak yaitu rumah. Bisa terjadi pada anak yang tumbuh dengan limpahan perhatian, anak yang dirumahnya sangat dimanjakan, terbiasa dilayani, apa –apa diladenin, mau makan tinggal disuapin, mandi dimandiin, mau sekolah baju dan tas sudah tersedia tinggal dipakaikan lalu berangkat deh. Pembantu, baby sitter, supir semua tersedia untuk melayani kebutuhan anak. Karena sering dilayani lama-lama jadi kebiasaan. Dan anak jadi sangat tergantung dengan orang lain dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Atau bahkan pada anak yang kurang perhatian sehingga cara dia mendapatkan perhatian adalah dengan berperilaku tidak baik.

Dampak sikap bossy bagi hubungan sosial anak
Karena anak dengan sikap bossy suka memerintah dan inginnya menang sendiri maka yang jelas dia jadi tidak punya teman, Kalaupun punya paling tidak banyak, hanya teman-teman yang bisa dipengaruhi saja, biasanya yang miskin dan lemah. Kalau ini dibiarkan anak bisa jadi kepala gank bahkan mengarah pada premanisme. Serem ya...

Apa yang bisa dilakukan orangtua dalam menghadapi anak Bossy ?
1. Ubah pola asuh
Kalau selama ini anak terlalu dimanjakan maka coba pelan-pelan pola asuh yang ada diubah. Lakukan secara bertahap agar anak tidak kaget. Bisa juga libatkan anak dalam diskusi mengenai dampak sikap Bossy bagi lingkungan sekitarnya. Jelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami anak.
2. Buat kesepakatan
Buat kesepakatan bersama-sama dengan Anak. apa yang harus dilakukan sendiri oleh anak dan apa yang boleh minta bantuan orang lain.Misalnya ”kalau adik habis main, adik harus membereskan mainannya sendiri”.
3. Arahkan dan beri motivasi
Ketika anak mulai memerintah misalnya : ” Bik ambilin minum”, maka segera arahkan dan yakinkan anak bahwa dia bisa melakukan sendiri. Katakan ” adik mau minum, coba ambil sendiri, Ibu yakin adik pasti bisa kok”.
3. Ajarkan anak sopan-santun
Ajarkan anak bagaimana caranya sopan-santun, misalnya cara meminta tolong dan apa yang harus diucapkan ketika selesai ditolong.
3. konsisten dan tegas
kesepakatan yang sudah dibuat bersama dengan anak harus dijalankan dengan tegas dan konsisten. Kalau aturannya harus makan sendiri maka ketika anak merengek minta disuapi orangtua jangan luluh ya. sekali kita tidak konsisten maka akan susah untuk menegakkan disiplin. Kesepakatan juga berlaku bagi siapa saja yang tinggal dilingkungan terdekat anak seperti nenek, pengasuh, kakak, om, tante dll. kalau tidak anak akan mencari pelindung yang bisa memenuhi keinginannya.
4. Sabar.
Mengarahkan anak tentu harus sabar. Apalagi anak usia dini. Tidak bisa sekali bicara langsung dilaksanakan, harus sering diingatkan.
6. Jadi contoh
Ingat loh anak usia dini suka meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Kalau ayah sering berteriak pada Ibu ketika ingin dibuatkan kopi misalnya, anak akan belajar ”wah begitu ya caranya jika ingin sesuatu”. Kalau orangtua ingin anaknya bisa menghargai oranglain maka sebaiknya antara ayah dan Ibu saling menghargai terlebih dahulu.
7. beri reward
Reward tidak selalu berupa uang atau hadiah. Ketika anak berperilaku baik, sekecil apapun itu, jangan lupa beri penghargaan. Bisa dengan mengatakan ” wah, mama senang adik sudah bisa beresin mainan sendiri” atau dengan pelukan. Ini akan sangat besar artinya bagi anak karena merasa usahanya dihargai.
8. terapkan konsekuensi
Konsekuensi bukan hukuman tetapi akibat yang diterima anak ketika dia tidak menyepakati aturan yang sudah dibuat. Sebaiknya konsekuaensi yang akan diterima anak disepakati bersama ketika aturan dibuat. Misalnya ”adik boleh main yang lain kalau mainan sebelumnya sudah dibereskan”. Nah ketika anak tidak mau membereskan mainan maka dia sudah tahu konsekuensinyawa dia tidak boleh main mainan yang lain.
sikap bossy sebenarnya tak selamanya jelek. "Jika arahannya benar, tak tertutup kemungkinan anak bisa jadi pemimpin yang baik," Sebab, anak bossy biasanya memiliki rasa percaya diri yang baik, Inisiatifnya pun bagus, karena anak yang biasa mengatur dan memerintah menunjukkan ia memiliki inisiatif. Selamat mengarahkan putra-putri tercinta semoga kelak menjadi pemimpin yang dicintai.

Powered By Blogger
Template by layout4all