Senin, 15 Februari 2010

Berawal Dari Keterbukaan, Ajari Anak Menjaga Diri

Ardhian Heveanthara / Dimuat di Harian Jogja

Orangtua tentu tidak akan setiap waktu berada di dekat anaknya dan mengawasinya terus menerus, apalagi jika anak sudah memiliki banyak teman dan mulai berani bermain jauh dari rumah. Pada fase inilah mau tidak mau orangtua harus mempertaruhkan tanggung jawab perlidungan anaknya kepada diri anak itu sendiri. Permasalahnnya adalah tidak semua anak bisa bertanggung jawab penuh terhadap keselamatannya.

Anak yang kurang terbuka dalam berkomunikasi dengan orangtua memiliki resiko keselamatan yang lebih besar dan kemampuan menjaga diri yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang terbiasa menceritakan berbagai kegiatannya kepada orang tuanya. Contohnya ketika anak diajak teman-temannya bermain di sungai, memanjat pohon, bermain petasan, melihat film atau internet, maupun kegiatan-kegiatan beresiko lainnya, setelah melakukan itu hampir bisa dipastikan kebanyakan anak akan merahasiakan apa yang telah dilakukannya karena takut langsung dimarahi dan kekhawatiran bahwa dia akan dilarang bermain lagi bersama teman-temannya. Inilah yang menjadikan keselamatan anak terancam karena orangtua jadi tidak tahu apa yang telah dilakukan anaknya sepanjang hari, akibatnya orangtua tidak bisa memberikan masukan-masukan atau antisipasi dan tindakan pencegahan.

Untuk memulai keterbukaan pada anak sebagai orang tua harus memulai dari diri sendiri terlebih dahulu dengan membiasakan beberapa hal mendasar berikut;
- Hargai pendapat anak, sekalipun pendapatnya salah tetapi yang penting terima saja dan hargai dulu, baru perlahan-lahan diluruskan. Jangan sampai anak kehilangan kepercayaan diri dan jadi minder ketika ingin mengungkapkan pendapatnya.
- Menjadi pendengar yang baik, ini adalah rangkaian dari sikap menghargai pendapat anak diatas, sebagai pendengar yang baik harus mampu memberikan respon yang tepat dan sesuai dengan apa yang sedang diceritakan anak, meskipun menurut kita itu biasa-biasa saja tapi berikan respon yang memuaskan. Dengan begitu anak akan semakin merasa dihargai dan merasa nyaman bercerita apa saja kepada orangtuanya.
- Berbicara kepada anak secara dewasa, jangan selalu berkomunikasi dengan anak dengan nada memanjakan atau memposisikan anak sebagai anak kecil terus menerus, ada kalanya ajak anak berbicara sebagaimana kita bertukar pikiran dengan orang dewasa, diskusikan berbagai hal yang dialaminya, mengenai sekolahnya atau kegiatan favoritnya. Pada anak yang sudah memasuki usia Sekolah Dasar cenderung lebih senang diperlakukan seperti ini.
- Berikan rasa aman dan nyaman selama mereka berada di dekat orangtua. Biasakan anak mengkomunikasikan perasaannya, jangan sampai anak terbiasa menyimpan dan memendam perasaan.

Tahap selanjutnya, apabila anak telah mudah terbuka dan merasa nyaman bercerita apa saja, maka akan sangat mudah bagi orangtua mengajarakan dan melatih dia memproteksi diri. Apabila yang diceritakannya adalah aktivitas berbahaya dan beresiko tinggi jangan langsung tiba-tiba memarahi dan melarangnya, tetapi perlahan-lahan beri pengertian sambil mengenalkan pengetahuan baru serta resiko yang bisa terjadi berikut tindakan preventifnya. Misalnya, jika dia bercerita habis main di sungai maka orangtua bisa memberi masukan dan melatih anak menjaga diri seperti waspada berada di dekat lubang karena mungkin itu adalah sarang ular, hati-hati dengan air yang tenang karena itu berarti airnya dalam, jangan menginjak batu berlumut karena bisa terpeleset dan lain-lain, atau ketika dia bercerita habis diajak teman-temanya bermain petasan, ajak anak berdiskusi mengenai bahaya petasan, usahakan orang tua hanya memancing dan mengarahkan pembicaraan saja, lalu biarkan agar anak sendirilah yang mengungkapkan bahaya perbuatannya baik untuk dirinya maupun orang lain.

Demikian pula pada aktivitas-aktivitas berbahaya yang lain, yang perlu diperhatikan adalah upaya bertahap dengan sabar dan mampu menahan diri, jangan langsung menghakimi, menyalahkan dan melarang keras tanpa didahului dialog dan diskusi serius tapi santai dengan anak mengenai resiko perbuatannya, karena jika langsung asal melarang saja sambil memarahinya kecenderungannya adalah anak malah akan semakin penasaran dan ingin mencoba lagi.

Namun demikian memproteksi dan melindungi anak bukan berarti membatasi hak dan naluri mencoba dari seorang anak lalu sepenuhnya menjauhkannya dari berbagai kegiatan dan aktivitas yang beresiko, karena bagaimanapun anak tetap harus mengenal dan punya pengalaman dalam berbagai macam aktivitas sebagai latihan pengembangan dirinya, yang penting aktivitas itu harus sesuai dengan usia dan perkembangan fisiknya serta tetap terkontrol.

Powered By Blogger
Template by layout4all